
Oleh: Hakimah Farhah., S,sy., SH., MH.,C.Med
Duduk Perkara:
Pak Udin meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta. Salah satu anaknya, Cecep, telah wafat lebih dahulu dan meninggalkan dua anak. Saat pembagian warisan, muncul pertanyaan: apakah cucu Pak Udin, yaitu anak-anak dari Cecep, tetap berhak mendapatkan warisan? Ataukah hak waris mereka gugur karena orang tuanya sudah meninggal?
Tiga Sistem Hukum Waris di Indonesia
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus tahu dulu sistem hukum mana yang berlaku, karena Indonesia menganut tiga sistem hukum waris:
- Hukum Islam → berlaku bagi umat Islam.
- Hukum Perdata (KUHPerdata) → berlaku bagi non-Muslim.
- Hukum Adat → berlaku sesuai kebiasaan daerah asal pewaris.
Masing-masing memiliki aturan berbeda mengenai apakah cucu bisa menjadi ahli waris.
Dalam Hukum Islam: Cucu Bisa Mewarisi Sebagai Ahli Waris Pengganti
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 185, ditegaskan adanya konsep ahli waris pengganti, yaitu:
“Ahli waris yang telah meninggal lebih dahulu dari pewaris dapat digantikan oleh anak keturunannya menurut garis lurus ke bawah.”
Artinya: Jika anak pewaris (seperti Cecep) telah meninggal lebih dahulu dari orang tuanya (Pak Udin), maka anak-anak dari Cecep (cucu) dapat menggantikan posisi ayahnya sebagai ahli waris. Mereka akan mendapat bagian yang seharusnya menjadi hak ayahnya, dan dibagi rata di antara mereka.
Dalam praktik peradilan agama di Indonesia, ahli waris pengganti lebih diutamakan untuk kasus seperti ini ketimbang wasiat wajibah. Wasiat wajibah justru digunakan jika cucu bukan bagian dari jalur ahli waris sah—misalnya cucu dari anak tiri, anak angkat, atau non-Muslim.
Dalam Hukum Perdata: Cucu Adalah Ahli Waris Pengganti
KUHPerdata secara tegas mengenal prinsip plaatsvervulling atau penggantian tempat.
- Jika anak pewaris (seperti Cecep) telah meninggal sebelum pewaris (Pak Udin), maka anak-anaknya (cucu) menggantikan posisi ayah mereka.
- Warisan yang seharusnya diterima Cecep dibagi kepada anak-anaknya secara rata.
Contoh: Pak Udin punya dua anak: Andi dan Cecep. Andi masih hidup, Cecep sudah meninggal dan punya 2 anak. Maka warisan Pak Udin dibagi dua:
- 1/2 untuk Andi
- 1/2 dibagi dua lagi untuk anak-anak Cecep (masing-masing 1/4)
Ahli Waris karena Penggantian Tempat diatur dalam Pasal 841 dan 842 KUH Perdata sebagai berikut:
Pasal 841 KUH Perdata
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya.
Pasal 842 KUH Perdata
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir. Penggantian itu diizinkan dalam segala hak, baik bila anak-anak dan orang yang meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dan anak yang meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.
Dalam Hukum Adat: Tergantung Sistem Kekerabatan
- Hukum adat tidak mengenal istilah formal “ahli waris pengganti”, namun dalam praktiknya cucu bisa mendapat bagian jika orang tuanya telah wafat.
- Besaran dan cara pembagian warisan sangat tergantung sistem kekerabatan:
 - Patrilineal (menurut garis ayah),
- Matrilineal (menurut garis ibu), atau
- Bilateral (keduanya).
 
- Patrilineal (menurut garis ayah),
Kesepakatan keluarga sangat berperan penting dalam praktik waris secara adat.
Kesimpulan
Cucu tetap memiliki hak untuk mendapatkan warisan, bukan sebagai penerima hibah atau wasiat wajibah, tetapi sebagai ahli waris pengganti, selama orang tuanya telah wafat lebih dulu dari pewaris. Hak ini diakui secara tegas dalam Kompilasi Hukum Islam dan juga dalam hukum perdata, serta umumnya diterima dalam hukum adat.
Baca juga artikel kami mengenai Perjanjian Perkawinan
